Sebagai kolektif pekerja seni yang mengutuk rasisme dalam bentuk apapun, kami terkejut dan sedih melihat bagaimana kemarahan media memberi label kami sebagai kelompok anti semitis. Melalui pernyataan ini, kami ingin menegaskan hormat kami pada semua umat manusia terlepas dari suku, ras, agama, gender atau seksualitasnya. Kami juga ingin memberikan konteks sejarah dan penciptaan dari karya yang diturunkan itu.   

Sebelumnya, kami ingin mengungkapkan penyesalan kami setelah menyadari bagaimana karya kami “People`s Justice” telah menyakiti banyak orang. Untuk itu kami minta maaf pada semua penonton dan tim documenta fifteen, publik di Jerman dan terutama komunitas Yahudi. Kami belajar dari kekeliruan ini, dan kini menyadari bagaimana imaji-imaji kami itu memiliki makna dan dampak yang spesifik dalam konteks sejarah Jerman. Karenanya, kami, bersama documenta fifteen,  menurunkan banner itu dari pameran kami.

Pembuatan banner “People’s Justice” yang berukuran 8×12 meter di Yogyakarta tahun 2002 itu melibatkan banyak anggota Taring Padi. Banner itu lahir dari perjuangan hidup di bawah kediktatoran militer Suharto, dimana kekerasan, eksploitasi dan sensor adalah kenyataan sehari-hari. Sebagaimana semua karya-karya kami, banner itu ingin memaparkan hubungan-hubungan kuasa sangat kompleks yang bermain di belakang berbagai ketidakadilan dan penghapusan ingatan publik tentang genosida 1965, dimana lebih dari 500.000 orang hilang dan dibunuh.

Selama perang dingin, setelah perang anti komunis di Korea dan selama perang anti komunis di Vietnam, kudeta Suharto yang disusul oleh pembentukan rezim orde barunya, mendapat dukungan yang luar biasa dari seluruh dunia. Kekuatan demokrasi barat, termasuk bekas penjajah Indonesia, mendukung – terang-terang atau tidak –rejim militer ini, dari pada mendukung republik demokrasi yang masih muda, yang saat itu membangun kedekatan dengan negara-negara sosialis dan komunis lain. CIA dan agen-agen rahasia negara-negara Barat diduga memberikan bantuan senjata dan informasi intelejen pada rezim Suharto.  

Imaji-imaji di dalam “People’s Justice” menghadirkan kekuatan-kekuatan dalam dan luar negeri ini dan berupaya menunjukkan kondisi sejarah yang rumit lewat bahasa visual yang mengganggu sebagaimana realitas dan kekerasan itu sendiri.  “People’s Justice,” yang dibuat hampir 20 tahun lalu, mengekspresikan kekecewaan, frustasi dan kemarahan kami sebagai mahasiswa seni yang politis yang juga kehilangan banyak kawan selama perjuangan jalanan 1998 yang akhirnya berhasil menurunkan diktator Suharto. Imaji-imaji yang kita pakai tidak pernah dimaksudkan sebagai kebencian yang ditujukan pada kelompok etnis atau agama tertentu, tapi dimaksudkan sebagai kritik terhadap militerisme dan kekerasan negara. Dan banner ini, kami telah menggambarkan keterlibatan pemerintah negara Israel dengan cara yang salah – dan kami meminta maaf karena itu. Anti-semitisme tidak mendapat tempat di hati dan pikiran kami.

Kami datang ke documenta fifteen sebagai aksi solidaritas dalam perjuangan global untuk menghancurkan warisan kolonial yang melahirkan otoritarianisme dan kekerasan yang didukung negara. Kami mendukung keberanian documenta fifteen dan visi dari ruangrupa untuk menginterogasi warisan ini dan kami percaya bahwa dialog yang terbuka dan jujur adalah pendekatan terbaik untuk menemukan solusi dan bentuk aksi bersama. Hari-hari setelah penurunan karya itu, pengunjung terus berdatangan ke ruang pamer di Hallenbad Ost untuk melihat dan berinteraksi dengan karya-karya politis kami. Banyak dari mereka meluangkan waktu untuk mencari dan bicara dengan kami, menyampaikan apresiasi dan kritik mereka, dan kami harap dialog ini terus berlanjut. 

Pos ini tersedia di bahasa: English

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *