Pameran Taring Padi & Kawan-Kawan; Jangan Diam!, Hari Perempuan Internasional.

Karya-karya dari pameran Taring Padi "Jangan Diam", untuk Hari Internasional Perempuan di Survive Garage

Karya-karya dari pameran Taring Padi “Jangan Diam”, untuk Hari Internasional Perempuan di Survive Garage

Melalui tema “Jangan Diam!”, karya-karya grafis sablon yang dipamerkan di SURVIVE! garage kali ini berbicara tentang berbagai persoalan yang dihadapi perempuan. Ungkapan “Jangan Diam” dipilih sebagai seruan agar semua ikut berpartisipasi untuk menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan yang sampai saat ini masih terus terjadi.

Jangan Diam ini adalah ucapan yang ditujukan kepada semua orang tanpa memandang jenis kelamin. Perempuan harus memberdayakan dirinya agar bisa mendapatkan hak-haknya. Namun upaya perempuan untuk merdeka tidak akan berhasil tanpa dukungan dari semua pihak. Berbagai fakta menunjukkan bahwa saat ini mayoritas perempuan masih sulit untuk disebut merdeka. Perempuan menghadapi berbagai bentuk kekerasan, baik secara fisik maupun mental. Belenggu yang membatasi kemerdekaan perempuan muncul dalam berbagai bentuk aturan dan norma.

Workshop Sablon "Jangan Diam"

Workshop Sablon “Jangan Diam”

Komnas Perempuan mencatat, sejak 1999 sampai akhir tahun 2010, terdapat 189 kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan. Kebijakan tersebut dikeluarkan atas nama agama dan moralitas yang diterbitkan dari pusat hingga desa oleh pihak eksekutif, yudikatif, maupun legislatif. Kebijakan tersebut antara lain membatasi hak kemerdekaan berekspresi (23 kebijakan mengatur cara berpakaian), pengurangan hak atas perlindungan dan kepastian hukum karena mengkriminalkan perempuan (52 kebijakan tentang prostitusi dan pornografi), penghapusan hak atas perlindungan dan kepastian hukum (1 kebijakan tentang larangan khalwat/mesum), dan pengabaian hak atas perlindungan (4 kebijakan tentang buruh migran). Isu kebijakan publik berdasarkan agama dalam beberapa tahun terakhir telah dan masih menjadi isu krusial sekaligus sensitif. Isu ini bukan hanya ada di Nangroe Aceh Darussalam maupun daerah lainnya di Indonesia, tetapi juga menjadi isu global. Keberadaannya sangat rekat dengan praduga-praduga. Kritik-kritik atas kebijakan tersebut merepresentasikan “semacam” ketegangan antara wacana universalisme dan partikularisme hak asasi manusia, antara barat dan timur, dan bahkan antara islam dan agama lainnya. Sensitivitas isu ini acapkali menimbulkan hilangnya semangat banyak kalangan untuk terlibat/melibatkan diri di dalamnya. Situasi diam/kehilangan semangat ini tentu saja mencemaskan karena itu sama artinya dengan membiarkan berlangsungnya praktik kekerasan terhadap perempuan, yang juga berarti pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Dalam jangka panjang, kondisi ini juga mengancam keberagaman dan

Pembukaan "Jangan Diam"

Pembukaan “Jangan Diam”

melalaikan prinsip Bhinneka Tunggal Ika.

Melalui pameran yang diselenggarakan untuk memperingati Hari Perempuan Internasional ini, Taring Padi ingin mengajak semua pihak untuk jangan lagi diam menyikapi kekerasan terhadap perempuan. Pameran ini menampilkan 26 karya grafis sablon dari 23 peserta workshop sablon yang diselenggarakan Taring Padi pada 3 – 6 Maret 2013. Workshop tersebut diawali dengan diskusi tentang pemetaan persoalan-persoalan perempuan, yang kemudian menjadi bekal bagi para peserta workshop untuk menuangkan pendapatnya

Diskusi karya dan tema "Jangan Diam" sama Taring Padi dan Ina Hudaya dari Samsara

Diskusi karya dan tema “Jangan Diam” sama Taring Padi dan Ina Hudaya dari Samsara

tentang persoalan perempuan dalam karyanya masing-masing. Selamat Hari Perempuan Internasional! Bangkit dan lawan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan…..

Peserta pameran : Annie Sloman, Ari Aminuddin (warna merah), Bagus Dwi Danto, Bayu Widodo, Dianing Estihana, Djuwadi, Dwi Saputra, Efnu Nirwana, Elly Baldwin, Emman Djauhari (prettyfish), Fais, Fitri DK, Idha Saraswa

ti, Indra Cahya (draculamerahitam), M. Yusuf, Novanda Yudha Bakti, Pirie Tramontane, Praditya Wibby, Renie Lampir, Susann Oettel, Vindi Tri, Wimbo Praharso, Yunanto Setio.

 

 

 

 

 

 



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *